Pages

Pages - Menu

Pages

Senin, 17 Desember 2012

Pengembangan Kurikulum

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan; Studi Kritis Curtis R.Finch dan John R.Crunkilton

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam mengembangkan kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan salah satunya adalah pengaruh ”sejarah”. Sejarah memiliki pesan penting untuk memberikan informasi peristiwa dulu dan menyediakan perspektif yang bermakna bagi para pengembang kurikulum. Dilihat dari perspektif sejarah, usaha perencanaan dan pengembangan kurikulum sudah dimulai pada masa Mesir kuno sekitar 2000 tahun SM. Program-program magang yang terorganisir (apprenticeship) dengan cara mempelajari suatu keterampilan tertentu dari seseorang yang sudah dipandang ahli yang berpengalaman menjadi ciri khas pendidikan pada saat itu. Di lain pihak, pendidikan pada saat itu, mencakup belajar kemampuan dasar menulis dan membaca karya sastra . Ini tercatat dalam sejarah sebagai usaha awal penggabungan antara belajar di kelas untuk kemampuan-kemampuan dasar dan belajar langsung di tempat kerja untuk hal-hal yang bersifat keterampilan terapan dengan penekanan pada metode menirukan cara bekerja para ahli yang sudah mapan dalam pekerjaannya. Cara ini sempat menyebar ke berbagai bagian dunia lain sampai sekitar abad ke-19.
Sebenarnya ada pula usaha-usaha lain yang mencoba memberi alternatif selain program magang, baik yang berupa pemikiran maupun tindakan nyata berupa pendirian lembaga-lembaga pendidikan yang sudah bersifat agak formal. Pemikiran-pemikiran kependidikan yang dipelopori oleh para ahli filsafat seperti John Locke, Comenius, Pestalozzi, dan Rousseau memberi inspirasi kuat terhadap bentuk-bentuk persekolahan kuno yang mulai meninggalkan praktek magang dan beralih ke bentuk yang lebih formal dengan memasukkan aspek pendidikan mental seperti filsafat dan logika serta pendidikan kesenian.Ketika revolusi industri pecah di awal abad ke-19, terjadi permintaan tenaga terlatih yang murah dalam jumlah yang sangat besar sehingga tidak mungkin lagi terpenuhi dari sistem pendidikan magang yang biasanya memerlukan waktu yang lama dan biaya relatif mahal.
Sejak saat itulah, kemudian muncul banyak pemikiran-pemikiran untuk mengusahakan perencanaan dan pengembangan kurikulum sekolah secara sistematis, termasuk salah satunya adalah pemikiran Victor Della Vos yang mengawali adanya pemikiran yang sistematis dalam pengembangan kurikulum pada pendidikan teknologi dan kejuruan. Della yang merupakan direktur dari ”the imperial Technical School of Moscow”, pada tahun 1876 di Philadelphia Centennia Exposition” mengemukakan pendekatan baru dalam pembelajaran teknik, sehingga pada saat itu Della menjadi katalis untuk pendidikan teknik di Amerika Serikat (lannie 1971). Pada saat itu Della terkenal dengan 4 asumsi yang berkaitan dengan pengajaran dalam bidang mekanik, yaitu : (a) pendidikan ditempuh dalam waktu yang sesingkat mungkin (in short education); (b) selalu diupayakan suatu cara untuk memberikan pengajaran yang cukup untuk jumlah siswa yang banyak dalam satu waktu; (c) dengan metode yang akan memberikan pelajaran praktek di bengkel dengan pemenuhan pengetahuan yang mencukupi, dan (d) sehingga memungkinkan guru dapat menetapkan perkembangan siswa setiap waktu.

Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Vs Pendidikan Umum
Sepanjang hidupnya seorang manusia mempunyai kesempatan berpartisipasi baik dalam pendidikan formal maupun informal, dan sejauhmana partisipasi ini dilakukan akan menjadi salah satu faktor bagi penentu bagi kemampuannya mengarungi kehidupannya. Finch & Crunkilton (1984 : 8) menggambarkan jalinan partisipasi ini dikaitkan dengan dua tujuan penting diselenggarakannya pendidikan secara luas, yaitu: (1) pendidikan untuk hidup dan (2) pendidikan untuk mencari penghidupan

Konsep Dasar Kurikulum
Finch & Crunkilton (1984 : 9), mengemukakan definisi kurikulum sebagai .... as the sum of the learning activities and experiences that a student has under the auspices or direction of the school” Dari definisi tersebut dapat paling tidak ada dua point yang harus diperhatikan, yaitu bahwa fokus utama kurikulum adalah siswa dan yang kedua bahwa bagian dari kurikulum tidak hanya mata pelajaran akan tetapi semua aktivitas (olah raga, klub, kegiatan kokurikuler) memiliki pengaruh yang signifikan untuk pembentukan individu siswa yang total dan untuk mencapai efektivitas dari kurikulum.

Hubungan antara Kurikulum dan Pembelajaran
Penjelasan hubungan antara kurikulum dan pembelajaran akan memberikan membawa konsekuensi langsung pada perbedaan pengertian antara perencanaan kurikulum dan perencanaan pembelajaran. Jikalau ada seorang guru merumuskan tujuan untuk mata pelajaran yang diampunya, maka kegiatan tersebut diklasifikasikan sebagai pengembangan pembelajaran . Di lain pihak apabila ada sekelompok guru yang merumuskan tujuan untuk digunakan pada mata pelajaran dia sendiri atau bahkan untuk mata pelajaran -mata pelajaran yang lainnya, maka kegiatan tesebut dinamakan kegiatan pengembangan kurikulum.

Karakteristik Kurikulum Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan merupakan sistem yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan secara menyeluruh. Meskipun demikian, kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan memiliki karakteristik dan kekhususan tersendiri yang membedakannya dengan sub sistem pendidikan yang lain. Perbedaan ini tidak hanya dalam definisi, struktur organisasi, dan tujuan pendidikannya saja, tetapi terlihat dari aspek lainnya yang berkaitan dengan aspek perencanaan kurikulum . Karakteristik – karakteristik dasar dari kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan yaitu :
a. Orientasi
Keberhasilan utama dari kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan, bukan saja diukur dari pencapaian hasil belajar berupa kelulusan, tetapi pada kemampuan para lulusan kelak di dunia kerja. Asumsi tersebut dilandasi oleh pemikiran bahwa sifat pendidikan kejuruan yang merupakan pendidikan untuk penyiapan tenaga kerja, maka dengan sendirinya orientasi pendidikan kejuruan tertuju pada output atau lulusan.
b. Justifikasi
Kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan didasarkan pada identifikasi kebutuhan berbagai jenis pekerjaan yang ada di lapangan. Inilah yang menjadi alasan mengapa pendidikan teknologi dan kejuruan perlu ”diselenggarakan”. Justifikasi / alasan keberadaan pendidikan teknologi dan kejuruan didasari oleh asumsi adanya kebutuhan tenaga kerja di lapangan. Oleh karena itu, yang dimaksud justifikasi di sini adalah justifikasi untuk eksistensi. Pendidikan teknologi kejuruan ”tidak layak ada” jika di lapangan tidak dibutuhkan tenaga kerja yang akan dididik di sekolah tersebut.
c. Fokus
Fokus kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan tidak hanya pada aspek skill /psikomotorik seperti yang dipahami sebagian masyarakat, akan tetapi kurikulum membantu siswa untuk mengembangkan diri dalam seluruh aspek yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai yang tujuan akhirnya untuk memberikan kontribusi untuk keberhasilan sebagai ”pekerja” atau dengan kata lain siswa dididik untuk memiliki kemampuan yang komprehensif dan simultan sehingga mampu menjadi pekerja yang ”produktif”. Mengembangkan salah aspek saja bertentangan dengan hakikat anak didik sebagai suatu totalitas pribadi.
d. Kriteria Keberhasilan di Sekolah dan Luar Sekolah (Dual Criteria)
Berlainan dengan pendidikan umum, kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan pada dasarnya menerapkan ukuran ganda, yaitu keberhasilan siswa di sekolah (in-school success) dan keberhasilan di luar sekolah (out-of-school success). Kriteria yang pertama meliputi aspek keberhasilan siswa dalam menempuh proses pembelajaran di kelas, sedang kriteria keberhasilan yang kedua diindikasikan oleh keberhasilan performance lulusan setelah berada di dunia kerja.
e. Hubungan antara Sekolah –Masyarakat dan Keterlibatan Pemerintah
Hubungan antara sekolah dan masyarakat lebih khususnya dengan dunia industri merupakan karakteristik yang sangat penting dalam konteks pendidikan teknologi dan kejuruan. Peran masyarakat dan pemerintah dalam hal ini sama pentingnya. Masyarakat dan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan pendidikan teknologi dan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory committee), kesediaan dunia usaha menampung siswa pendidikan teknologi dan kejuruan dalam program kerjasama yang memungkinkan kesempatan pengalaman lapangan, informasi kecenderungan ketenagakerjaan yang selalu dijabarkan ke dalam perencanaan dan implementasi program pendidikan.
f. Kepekaan
Kurikulum pendidikan teknologi dan kejuruan memiliki karakteristik lain yaitu kepekaan atau daya suai yang tinggi terhadap perkembangan masyarakat pada umumnya dan dunia kerja pada khususnya, hal ini dimungkinkan karena komitmen pendidikan teknologi dan kejuruan yang tinggi untuk selalu berorientasi kepada dunia kerja. Perkembangan ilmu dan teknologi, pasang surutnya suatu bidang pekerjaan, inovasi dan penemuan-penemuan terbaru dalam bidang produksi dan jasa, semuanya itu sangat besar pengaruhnya terhadap kecenderungan pendidikan teknologi dan kejuruan. Tidak terkecuali adalah mobilitas kerja baik vertikal maupun horisontal sebagai akibat perkembangan sosial kemasyarakatan yang semuanya harus diantisipasi secara cermat guna menjamin relevansi yang tinggi antara isi pendidikan teknologi dan kejuruan dan kebutuhan dunia kerja.
g. Logistik/ Sarana Prasarana dan Pembiayaan
Dalam implementasi kurikulum di pendidikan teknologi dan kejuruan , ketersediaan sarana prasarana merupakan sesuatu yang sangat penting. Kelengkapan sarana prasarana akan dapat membantu mewujudkan situasi atau pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara lebih realistis dan edukatif. Bengkel dan laboratorium adalah kelengkapan yang umum menyertai keberadaan / eksistensi pendidikan teknologi dan kejuruan, selain pengalaman lapangan yang biasanya tercantum dalam kerangka kurikulumnya. Dalam konteks ini, sering dipertanyakan apakah investasi yang besar di pendidikan teknologi dan kejuruan cukup efisien dibandingkan dengan hasilnya.

Model Pengembangan Kurikulum
1. Model Desain Pengembangan Kurikulum di Pendidikan Teknologi Kejuruan
Gay dalam Finch (1984) mengemukakan ada empat model desain dalam proses perencanaan kurikulum yaitu academic model, experiential model, pragmatic model, dan technical model.
a. Academic Model / Theoretical Model : Model akademik memanfaatkan logika ilmiah sebagai basis dalam penetapan kurikulum. Kurikulum dikembangkan berdasarkan pendekatan struktur yang sesuai dengan disiplin ilmu atau disiplin ilmu untuk membentuk isi kurikulum. Model ini cocok untuk para calon-calon profesional dalam suatu bidang tertentu.
b. Experiential Model : berorientasi pada ”learned centered and activity-oriented” person and process oriented. Model ini cocok untuk pengembangan individu/guru
c. Pragmatic Model : memandang perencanaan kurikulum selalu dikaitkan dengan konteks lokal/ daerah. Kondisi sosial –politik mendominasi kegiatan perencanaan kurikulum, dimana proses perencanaan kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi lokal tidak boleh keluar dari ”school setting”. Model ini cocok relevan untuk diterapkan dalam konteks pelatihan bisnis atau industri
d. Technical Model : dalam model ini pembelajaran dipandang sebagai suatu ”sistem”. ”Sistem” dapat dipahami terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan. Sebuah sistem akan efektif dan efisien apabila dikontrol dengan manajemen yang bagus. Dalam model ini, komponen-komponen seperti analisis kebutuhan, perumusan tujuan yang spesifik, pemilihan materi, metode, dan penetapan evaluasi merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Model ini cocok diterapkan untuk proses belajar mengajar dalam pendidikan teknologi dan kejuruan .
2. Tinjauan Sistem dalam Pengembangan Kurikulum

Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan Kurikulum
Dalam konteks pengambilan keputusan untuk perencanaan kurikulum ada lima tahapan yang dilakukan :
a. Mendefinisikan masalah dan mengklarifikasikan beberapa alternatif pemecahan masalah; tahap ini merupakan tahap yang cukup kritis dalam mendefinisikan suatu masalah. Pada tahap ini apabila suatu masalah dapat “didefinisikan dengan baik” maka pemecahan masalah melalui alternatif yang mungkin dapat diidentifikasi dan diklarifikasi. Sebagai contoh, suatu community college menawarkan 4 program yang berbeda untuk pendidikan teknologi dan kejuruan. Data mengenai masing-masing keempat program tersebut dapat dikumpulkan dan diklarifikasi dan dianalisis secara simultan untuk memutuskan mana diantara keempat program tersebut (jika tidak diambil semuanya) harus diimplementasikan.
b. Menetapkan standar dari masing-masing alternatif ; kalau pada tahap pertama beberapa alternatif diklarifikasi, maka pada tahap kedua atau selanjutnya adalah membuat standar dari masing-masing alternatif tersebut. Penetapan standar akan membantu para pengambil keputusan untuk menentukan alternatif yang paling mungkin untuk ditawarkan dan sumber daya apa yang perlu disediakan. Standar akan membantu para pengembang kurikulum dalam penetapan dan operasinalisasi dari program pendidikan teknologi dan kejuruan yang berkualitas.
c. Pengumpulan data yang berhubungan dengan sekolah dan masyarakat untuk didampingkan dengan standar yang ada; setelah ditetapkan standar pada tahap kedua, data sekarang dapat diidentifikasi dan dikumpulkan untuk masing-masing alternatif. Data akan dibutuhkan untuk dikumpulkan dari dua sumber yaitu sekolah dan masyarakat.
d. Analisis Data; Pada tahap keempat, perencana kurikulum harus dengan objektif menganalisis seluruh data dari standar yang telah ditetapkan tersebut. Pada tahap ini dilakukan kegiatan merancang; menyimpulkan, menganalisis, dan mempersiapakn data dalam bentuk form yang dapat digunakan pada saat pengambilan keputusan tiba. Situasi ini mungkin terjadi pada saat tahap yang memerlukan data tambahan yang tidak bisa dikumpulkan, sehingga ketetapan data harus dibuat untuk pengumpulan data sebelum seluruh data dapat dikumpulkan secara penuh. Dan dianalisis secara akurat.
e. Memutuskan alternatif mana yang dapat mendukung pada data; Tahap kelima merefresentasikan tahap akhir dari proses pengambilan keputusan. Pada tahap ini, beberapa alternatif dapat diabaikan seperti data yang tidak layak atau menerima data yang layak yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum. Dalam beberapa kasus, hanya satu alternatif yang mungkin dipilih dari beberapa kemungkinan. Atau semua alternatif mungkin dianggap tidak sesuai. Akan tetapi dalam kasus lain , semua alternatif dianggap layak.


2. Pengumpulan Informasi yang Berkaitan Dengan Sekolah
Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh para perencana kurikulum di pendidikan teknologi dan kejuruan adalah ”school setting”. Hal ini harus diperhatikan mengingat tujuan utama dari proses pembelajaran di pendidikan teknologi dan kejuruan adalah mempersiapkan siswa untuk sukses sebagai “pegawai” di dunia kerja. Dalam bab ini difokuskan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan sistem yang mempengaruhi proses pembelajaran di sekolah. Beberapa faktor yang yang berkaitan tersebut yaitu :
a. Tingkat droupout dan berbagai alasan yang mendasarinya; para perencana kurikulum perlu memperhatikan tingkat droupout yang secara tidak langsung menggambarkan kecenderungan minat dari peserta didik.
b. Ketertarikan pada karir / jabatan pekerjaan; untuk menilai kecenderungan pada karir ini bisa dilakukan dengan cara melalukan berbagai tes yang akan mampu menggambarkan minat/ kecenderungan peserta didik terhadap bidang pekerjaan tertentu. Tes yang dapat dilakukan antara lain : standardized achievement test.
c. Ketertarikan dan concern orang tua siswa;keterlibatan orang tua siswa menjadi hal yang penting dalam menentukan program pembelajaran di sekolah. Concern orang tua akan sangat mempengaruhi terhadap pemilihan program pendidikan bagi anak-anaknya. Para perencana kurikulum perlu selalu memperhatikan ”masukan” dari para orang tua siswa.
d. Keberlanjutan lulusan; keterserapan para lulusan di pasar kerja merupakan tujuan utama dari program pendidikan teknologi dan kejuruan, oleh karena itu para perencana kurikulum perlu memperhatikan faktor ini. Seberapa lama masa tunggu kerja lulusan dan seberapa banyak lulusan terserap di dunia kerja
e. Proyeksi pasar kerja masa depan ; para perencana kurikulum perlu memperhatikan kecenderungan pasar kerja pada masa yang akan datang. Kecenderungan ini akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya adalah perkembangan teknologi informasi akan menuntut untuk membuka program studi baru misalnya ICT atau pembelajaran perlu diorientasikan dengan memanfaatkan teknologi tersebut.
f. Penilaian terhadap ketersediaan fasilitas; dalam konteks pendidikan teknologi dan kejuruan, fasilitas memegang peranan penting. Dengan fasilitas yang memadai akan sangat menunjang terhadap proses pembelajaran . Output lulusan yang ditujukan untuk bekerja mengindikasikan fasilitas yang idealnya sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang ada.

3. Pengumpulan Data yang Berkaitan dengan Masyarakat
a. Keadaan masyarakat; yang dimaksud perkembangan masyarakat di sini antara lain keadaan geografis dimana sekolah tersebut berada, kecenderungan jumlah penduduk, dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat,
b. Arah dan proyeksi bidang ketenagakerjaan; meliputi bidang-bidang pekerjaan yang muncul sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
c. Keseimbangan “supply-demand” tenaga kerja; para perencana kurikulum perlu memperhatikan faktor ini ,dengan harapan jumlah lulusan yang dihasilkan disesuaikan dengan jumlah pekerjaan yang ada sehingga tidak terjadi pengangguran .

D. Penetapan Isi Kurikulum
1. Faktor yang Mempengaruhi Isi Kurikulum
Berbagai faktor yang menentukan terhadap isi kurikulum paling tidak ada dua hal yang harus diperhatikan :
a. Relevansi isi kurikulum dengan konteks pendidikan yang berkaitan dengan persoalan-persoalan yang menyangkut dukungan masyarakat kependidian, ketersediaan tenaga guru dan jajaran kependidikan yang lain untuk mendukung implementasi kurikulum, kualitas masukan calon siswa dan aspirasi pendidikannya, dan juga hal-hal yang menyangkut administrasi akademik pelaksanaan kurikulum tersebut.
b. Relevansi kurikulum dengan konteks lapangan kerja menyangkut persoalan-persoalan yang berkaitan dengan daya dukung masyarakat dunia kerja baik dalam hal ketersediaan bantuan fisik maupun non fisik, kemungkinan pengumpulan sumber informasi untuk masukan perencanaan dan penyempurnaan kurikulum, serta ketersediaan masyarakat dunia usaha dan dunia industri untuk membantu sebagai anggota dewan penasihat kurikulum (advisory commitee).
Faktor lain yang harus diperhatikan dalam penentuan isi kurikulum adalah masalah kebutuhan individu peserta didik yang untuk berbagai jenjang pendidikan akan sangat berbeda.
2. Strategi Penetapan Isi Kurikulum
Dalam Finch & Crunkilton (1984: 140) Beberapa strategi / pendekatan yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi isi kurikulum, adalah :
a. Pendekatan DACUM; Pendekatan ini pada awalnya dikembangkan oleh para ahli kurikulum di Canada. DACUM (Developing A Curriculum) pada awalnya merupakan proyek bersama antara Departemen Tenaga Kerja dan Imigrasi dengan General Learning Corporation di Canada, tetapi kemudian diseminasinya dilaksanakan di banyak lembaga pendidikan kejuruan.Pada sistem ini, isi kurikulum digagas oleh para pengusaha atau pekerja dari industri dan dunia usaha tanpa melibatkan personil sekolah sama sekali. Ini didasarkan pada asumsi bahwa dalam penentuan isi kurikulum pendidikan teknologi diharapkan memiliki relevansi yang tinggi dengan kebutuhan lapangan kerja. Biasanya guru dan instruktur yang sehari-hari terlibat dalam mengajar saja kurang dapat memberikan kontribusi yang positif. Keunikan dari proses identifikasi isi kurikulum dengan pendekatan DACUM ini adalah urutan dan intensitas partisipasi peserta yang harus ditargetkan sedemikian rupa, sehingga yang dihasilkan selama proses tersebut, bukan terbatas hanya pada inventarisasi skill saja atau pengetahuan spesifik yang akan menjadi kerangka isi kurikulum, tetapi juga sampai pada tingkat kemahiran atau kompetensi sesuai dengan apa yang diperlukan dalam situasi kerja yang nyata. Ini adalah kelebihan dari cara pendekatan yang seluruhnya melibatkan pihak pengusaha dari industri dan dunia kerja.
b. Pendekatan Fungsional; Pendekatan ini didasari oleh asumsi bahwa anak didik yang belajar melalui pendidikan teknologi dan kejuruan harus mempelajari fungsi-fungsi apa yang harus ada untuk menjamin kelangsungan kerja suatu industri atau dunia usaha tertentu, dan kemudian dijabarkan menjadi penampilan-penampilan (performance) yang terkait dengan fungsi atau tugas tertentu.untuk dijadikan masukan bagi perencana kurikulum. Prosedur dari penentuan isi kurikulum ini adalah dimulai dengan identifikasi jenis-jenis pekerjaan yang kemudian dapat dirinci lagi menjadi daftar kegiatan-kegiatan dalam setiap fungsi, untuk kemudian dikaitkan dengan kompetensi atau keterampilan yang harus dimiliki oleh orang yang akan mengerjakan kegiatan-kegiatan tersebut. Kompetensi ini dirumuskan baik dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan dengan tingkat yang bervariasi.
c. Pendekatan Analisis Tugas; dalam pendekatan ini, isi kurikulum diambil dari aspek-aspek perilaku dan persyaratan kerja tertentu yang dijabarkan langsung dari deskripsi pekerjaan atau deskripsi tugas yang sudah ”mapan”. Sebagai contoh konsorsium pendidikan kejuruan di Amerika Serikat yang beranggotakan beberapa negara bagian sudah banyak mengembangkan kurikulum program studi kejuruan yang didasarkan atas analisis tugas. Dalam melakukan analisis tugas, perlu diperhatikan langkah-langkah sebagai berikut (1) melakukan kajian literatur dan informasi yang relevan, (2) Mengembangkan inventori pekerjaan atau jabatan; (3) Memilih sampel atau contoh pekerja sebagai sumber data; (4) melaksanakan survei atau penelitian di lapangan; (5) menganalisis hasil survey untuk dijabarkan menjadi kurikulum dan kegiatan belajar di sekolah . Dari langkah kelima ini, hasil survey analisis tugas, kemudian diorganisir dan diolah sehingga menjadi bahan acuan dalam penentuan isi kurikulum. Hal ini dilakukan dengan cara analisis zona (zone analysis) dan analisis isi (content analysis). Yang pertama melukiskan gambaran menyeluruh isi kurikulum berdasarkan kelompok mata pelajaran yang dibagi menjadi kelompok spesialisasi, kelompok penunjang, dan kelompok dasar, masing-masing dengan proporsi yang harus dipikirkan dengan matang. Yang kedua menyangkut penjabaran rincian hasil analisis tugas menjadi materi belajar atau unit belajar yang nanti dilanjutkan dengan desain kegiatan instruksional dan pengadaan materi instruksionalnya, baik yang berupa lembar informasi, lembar kerja, lembar tugas, dan lembar pengamatan.
d. Pendekatan Filosofis; dalam sejarah penentuan isi kurikulum, pemikiran para ahli filsafat menjadi faktor dominan dalam penentuan isi kurikulum. Secara praktis dapat dikatakan bahwa filosofi adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok yang kemudian mendasari segenap sikap dan perbuatannya. Dalam literatur banyak sekali dijumpai pernyataan-pernyataan filosofi yang berkenaan dengan pendidikan teknologi dan kejuruan dan dari pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dapat dijadikan petunjuk menentukan isi kurikulum. Sebagai contoh sederhana, apabila diyakini bahwa pendidikan kejuruan harus menekankan penyesuaian anak didik dengan jenis pekerjaan yang ada di lapangan kerja, maka isi kurikulumnya bisa diramalkan akan sangat didominasi oleh penumbuhan kemampuan-kemampuan transisional seperti bagaimana beradaptasi dengan lingkungan, bagaimana mengatasi problem mobilitas pekerjaan, dan kemampuan berhubungan dengan sesama orang (human relations skill).
e. Pendekatan Introspektif; Pendekatan introspektif mendasarkan isi kurikulum pada hasil pemikiran perorangan atau kelompok, tetapi difokuskan pada pemikiran dan perasaan dari mereka yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan, seperti misalnya para guru dan administrator yang sehari-harinya bekerja di lingkungan sekolah kejuruan. Biasanya pemikiran ini dimulai dengan mempelajari apa yang selama ini sudah berjalan, mungkin dilengkapi dengan data komparatif dengan program yang serupa di tempat lain dalam suatu negara maupun dibandingkan dengan orang lain meskipun lewat literatur.